Akhir-akhir ini kebetulan gue ga terlalu sibuk di kantor. Mengisi kejenuhan, gue coba baca-baca artikel Pulse dari LinkedIn. Ada beberapa artikel yang somehow menarik banget karna emang kebetulan cocok sama situasi gue sekarang ini.
Yang pertama: When it’s time to walk away
Udah dua bulan terakhir ini gue kepikiran untuk cabut dari kantor for good. Gue suka sama artikel ini karna somehow artikel ini bisa mengungkapkan dan menjelaskan dengan baik kenapa gue merasa butuh pergi dari kantor yang sekarang.
I’m not giving up easily but I’m in a dysfunctional environment and the only action that can save me and my sanity is to walk away. I have identified the problem, spoke clearly about it and it is obvious they don’t want to change. Thus, I’d be better off doing something else that will improve my life.
Gue mungkin termasuk yang masih kurang beruntung di career life gue. Unfortunately, ini juga bukan pertama kalinya gue terjebak di ketegangan orang-orang kantor (kolega). Hmpf… Mungkin memang semua kantor pasti punya masalah yang mirip kayak yang terjadi di dua kantor terakhir gue ini. Mungkin bedanya kantor lain isi orangnya lebih banyak, bos nya lebih supportive, frekuensi ketemunya lebih sedikit, etc. Mungkin jarang yang posisinya seterjepit gue.
Performance gue kebetulan selalu lebih cemerlang dibanding para kolegas. Jadi memang ga ada juga yang bisa dipermasalahkan. Dan karna masalah memang bukan di gue, jadi cukup lama lah gue bisa bertahan sampe akhirnya gue memutuskan untuk keluar dari kantor. Tapi Ibarat gue ini batu yang sok cuek sama keadaan kantor, kalo dapet siraman negativity terus setiap hari, kan lama-lama ancur juga ya?!
Dari sekian banyak kejadian ga enak yang selama ini gue alamin, ada dua hal yang gue ga bisa tolerir banget.
Satu, di accuse hal-hal yang nggak bener sama bos gue hanya karna imbas kekesalan dia sama behavior kolega gue.
Dua, performance gue sering dipakai si bos untuk mengkoreksi (mungkin maksudnya memotivasi) kolega gue.
Mungkin bos gue udah kehabisan akal untuk bikin kolega gue ini behave and deliver kerjaan mereka dengan bener kali ya… tapi ya ga gitu juga kan caranya?! Mungkin emang cara penyampaian juga yang salah, dan memang pada dasarnya orang ga suka ya dibanding-bandingkan… kesannya malah jadi menyinggung, bikin kolega gue jadi sebel sama gue dan yang ada makin ga mau di atur.
Gue totally aware dan setuju kalo yang selama ini memulai masalah itu kolegas gue yang banyak tingkah padahal belum bisa perform sesuai standard. Dan kolegas gue juga bisa dibilang masi kurang dewasa menanggapi teguran bos gue itu. Tapi, gue somehow lebih cenderung untuk menyalahkan si bos.
Gue tau bos-bos gue aslinya baik, but i must say they are not good leaders (yet). Pemimpin pasti tau dan bisa memanage anak buahnya, sekonyol apapun anak buahnya itu. Apparently, approach yang di lakukan bos-bos gue di dua kantor terakhir ini menghasilkan efek yang berbeda: di kantor pertama setaun terakhir gue disana, isinya banting-banting dan teriak-teriakan, sedangkan yang kantor sekarang isinya sunyiii diem-dieman. Yaps, ga ada yang sehat ya hasilnya…
Gue udah berusaha banget bantu menyelesaikan masalah, jadi penengah, tapi kalau merekanya kekeh gengsi, pengen buktiin cara mereka yang paling bener. Yaaa mati gaya deh gue. Jadi, gue balik lagi ke prinsip gue: yang waras ngalah.
Walaupun gue punya banyak alasan yang menurut gue valid untuk pergi, tetep aja gue masi meragukan apakah ini the right time, the right decision. Somehow ada perasaan takut yang ga jelas gitu, karna terlalu banyak juga pertimbangan yang harus dipikirin. Tapi yang pasti gue nyoba untuk perlahan-lahan mundur selagi gue meyakinkan hati gue. Mulai bulan depan gue udah minta untuk kerja one day less… semoga secepatnya gue bisa dapet pencerahan yaa.. amin!
Don’t be afraid of your fears. They’re not there to scare you. They’re there to let you know that something is worth it – C. JoyBell C